Tuesday, 3 November 2015

SEANDAINYA PERPUSTAKAAN ITU DEKAT... DAN LEBIH DEKAT





Tiba-tiba saja, terkilas dalam ingatan saya sewaktu saya kecil disebuah dusun di mana infrastuktur hanya ada sekolah, desa, kecamatan, masjid, pasar tradisional, pasar yang bukanyapun hanya dua kali dalam seminggu tapi yang saya ceritaka sekarang bukan kaitan dengan infrasturktur, namun sebuah pengalaman, yang sekarang saya coba renungi…

Kedua orang tua saya guru, Bapak saya guru SMP dan ibu saya seorang guru SD, saya lima saudara, saya anak sulung punya adik empat orang. Ketika itu ada semacam stigma, bahwa kalau menjadi anak seorang guru, di sekolah harus menjadi seorang “bintang pelajar” artinya harus memiliki prestasi belajar yang baik… Hal ini membuat saya dan adik-adik saya berlomba untuk meraih prestasi tersebut. Walaupun terutama saya kadang-kadang terasa menjadi “beban” karena harus belajar dan belajar sepulang sekolah walaupun ga ada “PR” harus tetap belajar, “terpaksa kami lakukan ini karena dari kedua orang tua saya suka ada “supervisi” kalau kami tidak belajar, suka ada “ganjaran” bagi kami berupa hukuman misalnya kami tidak boleh ikut serta dalam kegiatan-kegiatan wisata yang diselenggarakan oleh sekolah setiap tahunnya.

Beruntung kami waktu itu sedang berlangganan majalah Si Kuncung dan majalah Intisari, adik saya majalah Bobo. Majalah-majalah tersebut sifatnya langganan membaca saja bukan langganan sebagaimana layaknya berlangganan yang kalau sudah dibaca menjadi milik sendiri, karena ini majalah yang harus kami loperkan ke pelanggan sesungguhnya karena kami hanya sebagai media (sub agen) atau loper bahan bacaan tersebut.

Majalah-majalah ini menjadi penawar kami ketika kami “malas belajar” walaupun hanya sesaat karena harus segera diantarkan kepada pelanggan, yang penting di mata orang tua saat itu kami seperti belajar dan ada kegiatan membaca.

Kegiatan membaca kami yang rutin saat itu hanya buku pelajaran “paket” yang cenderung membosankan, sehingga kegiatan membaca yang kami lakukan yang terkait pelajaran-pelajaran di sekolah kalaupun ada buku fiksi itu pun yang terkait mata pelajaran Sastra Indonesia, buku-bukunya milik guru Bahasa Indonesia dengan jumlah buku dapat dihitung dengan jari sehingga kami sebagai murid dapat membaca buku tersebut secara kelompok dan bergiliran, belum lagi di batas waktunya hanya sebentar. Sama sekali belum ada perpustakaan, mendengar yang namanya perpustakaanpun sangat jarang.

Di rumah kami memang banyak buku-buku, pada saat itu  hanya buku-buku agama seperti kitab suci Al-Quran, buku-buku Hadits, buku-buku fiqih yang merupakan referensi kedua orang tua saya yang pada saat itu beliau memberikan materi di pengajian atau sekolah agama di Masjid.

Seiring dengan waktu apakah karena adanya kesadaran masyarakat terhadap perubahan nilai dan kepedulian pemerintah?. Entahlah saya masih bingung, apakah adanya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan informasi ? Kalau jawabannya ya, masih banyak perpustakaan yang ada kurang diberdayagunakan walaupun indikator perpustakaan kurang berdaya guna dilatar belakangi banyak hal misalnya apakah koleksi perpustakaannya belum sesuai kebutuhan masyarakat? Apakah sosialisasinya kurang dikenal masyarakat? Atau memang minat baca masyarakat rendah ? Demikian pula apabila kepedulian pemerintah meningkat mudah-mudahan keberadaan perpustakaan di tengah-tengah masyarakat dapat dijadikan wahana belajar masyarakat sepanjang hayat…

Disisi lain kita akui ya, sudah ada kepedulian pemerintah, peran serta dunia usaha dan peran serta masyarakat terhadap perpustakaan walaupun belum merata dan belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat luas, hal ini dilatar belakangi oleh karena masih adanya keterbatasan.

Namun setidaknya perpustakaan kini relatif sudah dekat dengan masyarakat, kita tahu sekarang sudah ada perpustakaan umum Provinsi, Kab/Kota sampai ke desa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah demikian pula di lingkungan Satuan Pendidikan sudah ada perpustakaan SD sampai SMA dan sederajat, perpustakaan-perpustakaan perguruan tinggi serta perpustakaan instansi bahkan banyak pula perpustakaan yang didirikan oleh masyarakat dengan peran serta dunia usaha seperti Taman Bacaan Masyarakat, sanggar baca dan nama lainnya.

Beruntung yah anak-anak zaman sekarang dapat dengan mudah datang  ke perpustakaan tinggal keinginan yang sungguh-sungguh mau memanfaatkan perpustakaan. Perpustakaan tentu saja bukan hanya gudang buku, melainkan  wahana penyedia informasi yang terkonsep secara ilmiah sehingga memberikan peran strategis bagi pencerdasan dan pencerahan.

Lantas apabila kondisi saat ini masih terindikasi indeks membaca masyarakat masih rendah, dimana yah salahnya??? Biarkan masalah ini kita serahkan kepada pihak yang kompeten untuk mengkaji lebih jauh lagi sehingga hasil kajian tersebut dapat diketahui hambatan-hambatan serta solusinya agar indeks membaca masyarakat meningkat.

Semoga dengan semakin dekatnya perpustakaan dengan masyarakat dapat membantu masyarakat yang membutuhkan berbagai ragam informasi. Saat ini dirasa harga bahan bacaan relatif mahal, tentunya dengan didukung oleh bahan bacaan yang variatif layanan perpustakaan yang mudah dan murah dapat dijadikan solusi sehingga masyarakat lebih mencintai perpustakaan..

AYO… KE PERPUSTAKAAN !